Orang Bijak Taat Pajak

Pajak membangun bangsa

wa or ☎️ 0852-3377-6649

Sunday 24 May 2015

cara lolos ujian Sertifikasi Konsultan Pajak USKP

Tips & Trik Sukses USKP

TIPS  SUKSES USKP

Berkiprah sebagai konsultan pajak, adalah salah satu karir yang ditawarkan oleh dunia pajak. Namun menjadi seorang konsultan pajak bukan perkara yang gampang. Kampiun memahami peraturan perpajakan, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, memiliki jaringan yang luas, adalah bekal utama untuk menjadi konsultan pajak. Namun bekal itu akan tidak berarti jika yang bersangkutan belum lulus USKP.

USKP, alias Ujian Sertifikat Konsultan Pajak, memang tidak melulu ditempuh oleh orang pajak untuk menjadi konsultan pajak. Banyak juga para profesional non pajak yang mengikuti USKP untuk mempercantik Curriculum Vitae-nya. Biasanya, mereka ini adalah orang-orang yang berltar pendidikan accounting.

Namun apa pun motifnya, mengikuti USKP sudah pasti disertai dengan keinginan untuk bisa lulus. Untuk itu, para peserta biasanya sudah membekali diri dengan pengetahuan perpajakan yang mantap. Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa jumlah peserta USKP yang lulus ujian dengan yang tidak, lebih banyak yang tidak lulus. Percaya atau tidak, bahkan ada peserta yang sangat jago pajak sudah menjadi instruktur pajak pula yang harus mengulang ujian terlebih dahulu sebelum kemudian dinyatakan lulus !
Itu berarti, kemampuan pajak bukanlah satu-satunya syarat bagi seseorang untuk dapat sukses “menundukkan” USKP. Ada faktor-faktor lain di luar pajak yang mungkin terlihat sangat sepele, tapi dapat menentukan keberhasilan menempuh ujian ini. Apa yang akan diuraikan dalam artikel ini bukan rekayasa bahasa, tetapi diilhami dari pengalaman pribadi penulis dan rekan-rekan yang sudah berhasil lulus USKP. Jadi, selama membaca, dan semoga lulus USKP !

Sekilas USKP
Secara teoritis, yang dimaksud dengan Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak adalah ujian yang diselenggarakan oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia untuk memperoleh Sertifikat Konsultan Pajak. Sedangkan Sertifikat Konsultan Pajak adalah sertifikat yang menunjukkan tingkat keahlian seorang Konsultan Pajak dalam memberikan jasa profesional di bidang perpajakan, yang diperoleh setelah yang bersangkutan lulus Ujian Sertifikat Konsultan Pajak. Sedangkan Sertifikat Konsultan Pajak adalah sertifikat yang menunjukkan tingkat keahlian seorang Konsultan Pajak dalam memberikan jasa profesional di bidang perpajakan, yang diperoleh setelah yang bersangkutan lulus Ujian Sertifikat Konsultan Pajak.
Ada tiga tingkatan sertifikat yang diujikan dalam USKP, yaitu sertifikat A, B dan C Sertifkat A adalah sertifikat untuk menjadi konsultan pajak bagi orang pribadi, sertifikat B untuk menjadi konsultan pajak bagi Wajib Pajak badan, sedangkan sertifikat C adalah untuk menjadi konsultan Pajak Internasional. USKP biasanya diadakan dua kali dalam setahun yang diselenggarakan oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia.
Mata kuliah yang diujikan dalam USKP, pada dasarnya sama untuk tiap-tiap sertifikat yang ingin didapatkan. Tetapi, kasus yang diberikan di dalam USKP tersebut disesuaikan dengan tiap-tiap sertifikat di atas Mata ujian tersebut terdiri dari :

Untuk USKP A : 
- Akuntansi Perpajakan 
- Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) / Surat Pemberitahuan (SPT) PPhOP ;
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan SPT PPN ;
- Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP), Pengadilan Pajak (PP) ;
- PPh Pasal 22, 23, 26
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Bea Meterai :
- PPh Pasal 21 dan SPT 1721 ;
- Kode Etik Profesi.

Untuk USKP B :
- Akuntansi Perpajakan ,
- PPh badan dan SPT PPh ;
- PPN dan SPT PPN ;
- KUP / PPSP / PP ;
- PPh Pasal 21 dan SPT 1721 :
- Kode Etik Profesi.

Untuk USKP C : 
- Akuntansi Perpajakan ;
- PPh OP dan SPT PPh OP ;
- SPT PPh Badan ;
- KUP, PPSP, PP ;
- Perpajakan Internasional ;
- Kode Etik Profesi.

Syarat-syarat untuk dapat mengikuti USKP antara lain adalah berpendidikan sarjana, melampirkan foto copy ijazah sarjana, melunasi biaya-biaya pendaftaran dan biaya ujian. Lebih detail mengenai hal ini dapat ditanyakan kepada IKPI via telepon ataupun akses langsung ke website IKPI di www.ikpi,.or.id.


Trik Sukses USKP
Setiap orang pasti mempersiapkan dirinya dengan baik untuk menghadapi ujian apapun, dengan cara atau triknya masing-masing. Ada yang mencoba menghafal sesuatu dengan menggunakan bantuan jembatan kedelai, ada yang belajar sambil mendengarkan musik, ada pula yang belajar dengan cara membuat resume. Trik-trik berikut ini tidak berkaitan dengan bagaimana memahami pajak dan USKP, tapi lebih kepada hal-hal non teknis yang sering kita abaikan.

• Dapat Soal-soal USKP yang Pernah Diujikan Sebelumnya
Sebelum bertempur, seorang tentara biasanya sudah mencari tahu dahulu situasi dan kondisi medan peperangan yang akan dilewatinya. Sangat mungkin, ia akan jauh lebih mudah bertempur dibandingkan dengan tentara yang benar-benar buta akan medan peperangan tersebut. Begitu pula hendaknya seorang peserta USKP. Salah satu cara yang dapat memudahkan peserta mengerjakan soal-soal USKP adalah mencari tahu soal-soal yang sudah pernah diujikan sebelumnya.
Dengan mengetahui soal-soal USKP yang sudah pernah diujikan, kita bisa mendapatkan gambaran soal USKP yang nanti akan kita hadapi. Jadi, kita tidak terlampau kaget atau buta tentang soal-soal tersebut dan akan lebih siap menghadapi USKP nanti. Melakukan hal ini tidak membuatn waktu, sebab jika diperhatikan, sebagian besar soal-soal USKP sebenarnya bertipe sama.
Soal-soal USKP bisa didapatkan dari berbagai media. Indonesia tax Review salah satunya. Pembaca Indonesia Tax Review bisa mendapatkan soal-soal USKP plus pembahasannya di setiap edisi  ganjil dalam rubrik Who Wants To Be A Tax Consultant. Di luar itu, sudah ada buku-buku yang khusus membahas tentang soal-soal USKP yang tersedia di berbagai toko buku. Anda tinggal membelinya jika mau.

• Kerjakan Soal-soal Ujiannya
Soal USKP yang biasanya panjang dan sepintas terlihat rumit, bisa membuat seseorang – apalagi yang belum pernah melihatnya – sudah keder duluan. Padahal, bisa jadi itu hanya tampilan luar soalnya saja, sedangkan jawabannya cukup sederhana.
Akan tetapi, soal yang panjang umumnya butuh untuk dipahami terlebih dahulu sebelum dikerjakan. Dan hala ini, cukup memakan waktu. Terlebih lagi, soal USKP biasanya menyajikan informasi atau data yang cukup banyak yang dapat membuat kita bingung untuk memulai mengerjakannya.
Untuk mengantisipasi hal di atas, soal-soal USKP yang sudah didapatkan jangan hanya sekedar diperhatikan atau dibaca saja. Itu hanyalah langkah setengah-setengah yang hasilnya tidak akan efektif. Yang kita butuhkan tidak hanya sekedar mengetahui atau pernah membaca soal-soal ujian tersebut, tetapi keterbiasan mengerjakannya. Artinya, kita harus sering-sering latihan mengerjakan soal USKP.

• Latihan Menulis Cepat
Tips yang satu ini sangat penting bagi mereka yang sudah tidak terbiasa menulis dengan tangan. Peserta USKP yang sudah bekerja masuk kategori ini, sebab biasanya mereka terbiasa menulisdengan menggunakan komputer. Peserta yang baru lulus sarjana, bisa jadi lebih diuntungkan dari sisi ini sebab masih terbiasa menulis dengan menggunakan tangan.
Jawaban soal-soal USKP akan sangat cepat dibuat jika diketika dengan menggunakan komputer. Sangat berbeda halnya jika kita harus menulis dengan tangan, apalagi jika sudah tidak terbiasa plus masih memikirkan jawaban soal yang ditanyakan. Bisa-bisa belum selesai menuliskan jawaban, tangan sudah pegal dan keriting duluan. Sayang bukan jika waktu habis terbuang hanya karena persoalan tulis – menulis ?

• Menulislah dengan Rapi dan Dapat Dibaca
Tulisan yang rapi-minimal dapat dibaca akan lebih disenangi oleh pemeriksa ujian mana pun. Bayangkan apa yang ada di benak pemeriksa USKP, kala melihat sebuah kertas jawaban yang penuh dengan tulisan cakar ayam. Bisa pusing sebelum sempat membaca dengan jelas jawaban Anda. Juga, jangan lupa bahwa pemeriksa ujian tidak hanya memeriksa kertas ujian Anda, tetpai ratusan kertas ujian lainnya. Karena itu, latihlah menulis dengan tulisan yang dapat dibaca.

• Jangan Lupa Membawa UU
Menjawab soal-soal USKP biasanya harus disertai dengan dasar hukum yang melandasi jawaban peserta. Namun, adalah satu hal yang sanga sulit untuk menghafal undang-undang perpajakan. Sebab kita tahu undang-undang kita memuat ketentuan yang cukup bejibun. Kalaupun mampu menghafal, biasanya hanya pasalnya saja, dan bukan ayat per ayatnya.
Berkaitan dengan hal itu, para peserta USKP biasanya mendapatkan satu paket undang-undang perpajakan setelah selesai mendaftar ujian. Jadi, jangan keburu membeli paket undang-undang sendiri. Trik selanjutnya adalah jangan lupa membawa paket undang-undang tersebut di saat ujian. Ini bukan berarti peserta diperbolehkan mencontek, karena undang-undang memang boleh dibuka pada saat ujian.

• Jangan Lupa Membawa Kalkulator dan Latihan Menghitung dengan Kalkulator.
Kalkulator adalah benda yang sangat penting untuk dibawa ketika ujian USKP. Sebab, sebagian besar soal-soal ujian USKP adalah soal-soal yang berhubungan dengan angk. Entah itu menghitung PPN lebih atau kurang bayar, PPh badan, PPh orang pribadi, dan lain sebagainya.
Anda bisa membayangkan betapa repotnya jika harus menghitung satu per satu angka – angka tersebut tanpa kalkulator. Salah sedikit saja, Anda harus mengulang menghitung kembali. Skalipun Anda adalah orang yang jago mencongak, pasti membutuhkan waktu. Sebab, kita tidak hanya harus menghitung dengan tepat, tapi juga memikirkan benar atau tidaknya jawaban dari sudut pandang pajak.
Yang tidak kalah penting adalah cek kembali berfungsi atau tidaknya kalkulator tersebut. Kalau tiba-tiba mati di tengah ujian yang masih berlangsung, Anda pasti kelabakan dan hal ini secara psikologis akan mempengaruhi konsentrasi Anda selanjutnya. Ada baiknya Anda membawa dua buah kalkulator. Jangan bergantung pada pinjaman, karena belum tentu Anda mendapatkan.

• Siapkan Stamina
Pelaksanaan USKP sangat berbeda dari ujian-ujian yang biasa ditemui di bangku kuliah atau di tingkat bawahnya. USKP dilaksanakan dalam kurun waktu beberapa hari tanpa jeda. hAl yang berbeda lainnya adalah dalam sehari seorang peserta dapat menempuh sampai dengan tiga mata ujian. Memang, ada jeda antara masing-masing mata ujian, tetapi tetap saja hal itu cukup berat.
Untuk menghadapi hal tersebut, jelas dibutuhkan stamina yang kuat dari tiap peserta. Peserta hendaknya berada dalam kondisi yang fit  saat menempuh USKP. Flu atau sakit kepala saat USKP, sudah pasti akan mengganggu konsentrasi peserta. Kalau perlu, minumlah vitamin agar kondisi badan lebih kuat. Jangan lupa untuk sarapan sebelum menempuh ujian.

• Ingat Tentang Kode Etik
Kode etik konsultan pajak adalah salah satu mata ujian dalam USKP. Seperti halnya undang-undang, panitia USKP juga menyediakan buku tentang kode etik sebagai konsultan paja. Dan buku ini, boleh dibuka selama ujian berlangsung.
Jika diperhatikan, buku ini adalah buku yang paling tipis. Pasal-pasal di dalamnya pun hanya sedikit, tidak seperti pasal-pasal dalam undang-undang pajak yang terhitung banyak dan njelimet. Namun demikian, dari tahun ke tahun penyelenggaraan USKP, ada saja peserta yang tidak lulus mata ujian yang satu ini. Apa pasal ?
Jika diperhatikan, kemungkinan penyebabnya adalah para peserta yang tidak lulus tersebut kurang memperhatikan kelengkapan jawaban yang diminta. Pertanyaan tentang kode etik biasanya tidak hanya menuntut jawaban mengenai pasal yang menjadi acuan jawaban peserta. Akan tetapi, juga meminta pendapat pribadi dari peserta. Kemungkinan besar, nilai untuk pendapat peserta jauh lebih besar dibandingkan dengan nalai untuk pilihan pasal yang diambil. Jika benar demikian, cukup wajar jika peserta menjadi tidak lulus.

• Berikan Alasan yang Lengkap
Dalam beberapa hal, USKP memang hampir sama dengan ujian-ujian yang dihadapi kala duduk di bangku kuliah khususnya untuk bidang studi atau jurusan pajak. Biasanya, ujian-ujian pajak menuntut mahasiswa untuk memberikan alasan seputar jawaban yang kita berikan. Dan besar kecilnya penilaian yang diberikan dosen bergantung pada hal ini.
Hal yang sama juga berlaku di USKP. Jenis pertanyaan dalam USKP seperti : “Apakah transaksi di atas terutang PPN ?” Sangat membutuhkan alasan dari peserta, tidak hanya sekedar jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’.
Jika seorang konsultan pajak tidak dituntut untuk memberikan penjelasan yang tepat, bisa membahayakan kualitas konsultan pajak Indonesia ke depan. Dan karena itu, adalah hal yang wajar jika nilai yang diberikan untuk alasan peserta berporsi cukup tinggi. Jadi, hati-hati dengan hal ini.

• Tentukan Visi dan Sikap Anda Sebagai Calon Konsultan
Tips yang satu ini dapat berguna kala menjawab pertanyaan dalam mata ujian kode etik konsultan pajak. Kadang-kadang, pertanyaan dalam ujian kode etik tidak hanya bersifat text book, tetapi lebih kepada opini atau analisis dari peserta. Misalnya saja pertanyaan tentang pendapat atas kasus ‘rebutan klien’.
Menjawab pertanyaan itu tentu tidak memerlukan hapalan atau contekan dari undang-undang, tetapi murni lahir dari pendapat pribadi peserta. Oleh karena itu, peserta harus mempersiapkan diri. Akan lebih mudah melakukan hal ini jika Anda telah mempunyai visi dan menetapkan sikap seabgai seorang calon konsultan.

• Persiapan dengan Sematang Mungkin
Ujian apa pun tentu harus dipersiapkan dengan sematang mungkin. Jika tidak, maka konsekuensi yang paling logis yang bisa dihadapi oleh kira adalah kegagalan. Meskipun bukan  ujian dibangku pendidikan, hal yang sama tentu juga berlaku dalam USKP.
Namun demikian, kegagalan yang dihadapi dalam USKP memiliki efek multiplier. Pertama, si peserta harus mengulang mata ujian yang gagal, dan ini pasti membuatnya harus merogoh kocek lebih dalam. Jika biaya ujian ditanggung kantor, bisa-bisa hal itu menurunkan kredibilitas peserta. Kedua, hal itu dapat membuat peserat tidak diperbolehkan mengikuti USKP tingkat berikutnya sampai ia lulus mata kuliah tersebut.

• Last But Not Least : Doa
Apa pun yang terjadi dalam kehidupan kita adalah atau kekuasaan dan izin Tuhan. Dialah yang mengetahui, mengatur, menetapkan setiap hal, dari yang kecil sampai dengan yang tidak terbayangkan oleh kita.
Bisa jadi, Anda merasa gugup, tidak enak badan, dan mengalami hal-hal negatif lainnya yang dapat merusak konsentrasi Anda dalam menghadapi USKP. Tapi yakinlah, jika Anda meminta kelancaran mengerjakan USKP kepada Tuhan, dan Anda sudah berusaha dengan semaksimal mungkin, Insya Allah Tuan akan mempermudah jalan kelulusan Anda. Karena itu, berdoalah sesuai dengan keyakinan Anda masing-masing sebelum memulai USKP.

PENUTUP
Tips yang dikemukakan di atas mungkin sepele. Tapi bayangkan betapa menyesalnya kita nanti, jika sudah susah payah belajar untuk menjadi konsultan pajak, namun kita gagal USKP hanya karena hal-hal yang tadinya kita anggap remeh. Semoga tidak demikian.

(Sumber: Majalah Indonesian Tax Review)
http://www.ikpi.or.id/content/tips-trik-sukses-uskp

Wednesday 20 May 2015

Download Surat permohomam sertifikat elektronik pajak dan Permintaan Sertifikat Elektronik

syarat sertifikat pajak

A. Permintaan Sertifikat Elektronik
LAMPIRAN IH
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR    :   PER-17/PJ/2014
TENTANG :   PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-24/PJ/2012
TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN
KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM
RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU
PENGGANTIAN, DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR
PAJAK
  
Jakarta,     Februari  2015
Nomor : ......................................................                                                            
Hal       : Permintaan Sertifikat Elektronik


Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak
.......................................................
..............................

Dengan ini, saya:
Nama                      :   
NIK/No. Paspor*      :  
Jabatan                  :  
Nama PKP              :  
NPWP                    :  
Alamat                     :  

Mengajukan permintaan sertifikat elektronik dalam rangka penggunaan layanan perpajakan secara elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak antara lain:
a.     layanan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak; dan
b.    penggunaan aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk pembuatan Faktur  Pajak berbentuk elektronik,
berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak dan perubahannya.

Demikian disampaikan, atas perhatian Saudara kami ucapkan terima kasih.



Pemohon





.......................
Pengusaha





* khusus untuk WNA






BSurat Pernyataan Persetujuan Penggunaan Sertifikat Elektronik Direktorat Jenderal Pajak


Surat Pernyataan Persetujuan
Penggunaan Sertifikat Elektronik Direktorat Jenderal Pajak


Yang menandatangani surat pernyataan ini:
Nama                      :   
NIK/No. Paspor*      :  
Jabatan                  :  

Adalah sebagai pengurus, bertindak atas nama dari:
Nama PKP              :  
NPWP                    :  
Alamat                    :  

Dengan ini:

1.    Mengajukan permohonan untuk menjadi pengguna layanan perpajakan secara elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 dan perubahannya.
2.    Bersedia memberikan segala dokumen dan informasi yang benar, masih berlaku dan sah secara hukum dari Perusahaan. Bilamana dikemudian hari ditemukan bahwa dokumen dan informasi yang kami berikan tidak benar dan tidak sah, maka kami bersedia dikenakan sanksi dan/atau pidana sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.    Bersedia mematuhi dan melaksanakan persyaratan-persyaratan, ketentuan-ketentuan, prosedur-prosedur maupun instruksi-instruksi yang berlaku bagi pengguna layanan perpajakan secara elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
4.    Mengakui integritas proses layanan perpajakan secara elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
5.    Menyetujui bahwa penggunaan sertifikat elektronik merupakan representasi Pengusaha Kena Pajak atas segala aktivitas dalam sistem layanan perpajakan secara elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
6.    Bertanggung jawab untuk menjaga kerahasiaan User ID, Password, sertifikat elektronik dan passphrase, serta bertanggung jawab penuh untuk semua aktivitas yang dilakukan dengan menggunakan User ID, Password, sertifikat elektronik dan passphrase dimaksud.
7.    Bertanggung jawab untuk tidak akan melakukan modifikasi teknis atas sertifikat elektronik yang diterima.
8.    Membebaskan Direktorat Jenderal Pajak dari setiap penyalahgunaan User ID, Password, sertifikat elektronik dan passphrase milik Pengusaha Kena Pajak yang dapat mengakibatkan kerusakan dan/atau kerugian baik langsung maupun tidak langsung, balk berupa kehilangan keuntungan, kegunaan data atau kerugian-kerugian non-material lainnya.

Demikian surat pernyataan ini diisi dan ditandatangani tanpa paksaan serta dapat dipertanggungjawabkan.



Pemohon

Materai
Rp 6.000,-




.......................
Pengusaha


Butuh Jasa Pajak silahkan hubungi:


Freelance Pajak

Mobile: 0852 1555 2010 (Phone &  Wa)

eMail : freelancerpajak@gmail.com

Web   : freelancepajak.com

             dipajaki.com


Wednesday 13 May 2015

Jasa Lapor Pajak bulanan Murah, SPT Tahunan Pajak Perusahaan murah

Jasa Laporan Pajak Perusahaan Murah UMR, PPh 21, PPh  25, Efaktur PPN Beres. Perusahaan Kecil, Perusahaan Baru Start up dll.

Saya Seorang freelancer Specialis Pajak Perusahaan maupun Orang Pribadi menawarkan Jasa laporan Pajak borongan  Meliputi :

1. SPT Tahunan
kewajiban pajak perusahaan bulanan:
1. PPh 21
2. PPh 25
3. PPn
4. PPh 23
5. PPh 4 ayat 2
6. dan PPh lainnya.

Atas pekerjaan tersebut cukup bayar UMR maka semua perpajakan Perusahaan Anda akan Saya rapihkan. 

Free:
1. Tax Planning ( perencanaan Pajak) dengan perencanaan Pajak dan update peraturan terbaru serta memanfaatkan fasilitas dari Pemerintah berupa pengurangan Pajak maka lebih efesien dari segi kas, yang di bayarkan lebih kecil tentunya. serta dapat menghindari sanksi salah hitung, salah bayar, telat bayar dan telat lapor karena itu semua menimbulkan denda dari kantor pajak. pengalaman Saya menangani pajak client mereka banyak mengeluhkan tentang denda pajak dikarenakan kurang pahamnya pemilik perusahaan yang  pada akhirnya pajak yang harus di bayar jauh lebih mahal. "be smart and pay your taxes on time"

Selain itu Saya juga dapat menyusun laporan keuangan Laba Rugi & Neraca Perusahaan Anda sehingga laporan menjadi Rapih sesuai standart.

Cara kerja freelance Pajak:
1. Perpajakan Perusahaan Bulanan:
- Saya akan memberikan informasi ke pada Finance Perusahaan Anda kewajiban pajak bulanan apa saja seperti PPH 21, 25, 4 ayat2, PPn serta perpajakan lainnya.
- Saya akan menghitung dan membuatkan ebilling(form pembayaran).
- Setelah sama sama review, ebilling yang Saya kirim dibayarkan oleh bagian Finance Anda.
- Setelah di bayar bukti pembayaran di kirim ke Saya dan selanjutnya Saya buatkan laporan Pajaknya.
- Laporan Pajak setelah di laporkan akan Saya kirim ke Perusahaan Anda untuk dokumen.

2. Laporan Keuangan Laba Rugi & Neraca.
- Finance Anda mengirimkan ke saya bukti transaksi kas Bulanan, rekening koran dan invoice penjualan.
- Saya akan memposting ( membuat laporan ) tersebut menjadi laporan keuangan.
- laporan Posisi keuangan Laba / Rugi serta Neraca update setiap bulan, sehingga Anda dapat memantau setiap saat.
 
3. Faktur Pajak denga efaktur.
- Invoice dikirim ke saya baik melalui foto Whatshapp maupun email.
- Saya buat efakturnya dan kirim via email.
- setiap awal bulan Saya buat rekap penjualan dan ebilling untuk pembayaran pajaknya.

Pengalaman Saya menangani perpajakan clent ditahun 2013 sudah lebih dari 60 Perusahaan. baik di Jakarta, Bandung, Manado, Sorong Papua dll.

Jadikan Saya partner dalam mengurus perpajakan dan laporan keuangan supaya Anda dapat fokus mengembangkan Usaha Bisnis Anda. siap mengurus pajak seluruh wilayah Indonesia.



Salam sukses

Joewari Patolah

Phone : 0852 1555 2010
                dipajaki.com

SKB Surat Keterangan Bebas

freelancepajak.com



ebilling PPh 25

bukti pelaporan PPn

Pajak Atas Transaksi Properti

Yang harus diperhatikan baik oleh penjual maupun pembeli properti adalah pertama, memotong dan membayar PPh Final sesuai ketentuan. Kedua, memotong dan membayar PPN/PPnBM atas pengalihan tanah dan atau bangunan dengan harga jual/harga beli yang sebenarnya. Jika kedua syarat ini tidak diperhatikan maka hal tersebut merupakan penghindaran pajak sekaligus korupsi pajak yang bisa dikenakan hukuman pidana perpajakan. Mari kita jaga ketaatan kita dalam membayar pajak!

Kasus Simulator SIM telah membuka mata sebagian dari kita tentang kasus penghindaran pajak atas properti yang terjadi di masyarakat. Dalam persidangan (18/06/2013) terungkap fakta mengejutkan, dimana ada penjualan rumah mewah oleh developer kepada terdakwa, seharga Rp 7,1 miliar di Semarang namun di akta notaris hanya tertulis Rp 940 juta atau ada selisih harga Rp 6,1 miliar. Terdakwa simulator SIM juga membeli rumah di Depok seharga Rp 2,65 miliar namun di akta jual beli hanya tertulis Rp 784 juta atau ada selisih Rp 1,9 miliar.

Pangkal dari timbulnya selisih tersebut, dapat saja disebabkan oleh ketidaktahuan para pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut. Baik penjual, pembeli maupun notaris seringkali tidak mengetahui jumlah yang mana yang harus dijadikan dasar perhitungan pajak-pajak terkait properti tersebut. Namun apabila hal tersebut dilakukan dengan sengaja, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tax evasionyang merupakan tindakan melawan hukum. Untuk menghindari tuduhan telah melakukan tax evasion, perlulah kita ketahui tentang pajak-pajak yang berhubungan dengan properti.

Pajak-pajak yang terkait dengan penjualan properti dari penjual (baik developer maupun penjual properti bekas) kepada pembeli (pemakai langsung dan tidak untuk dijual kembali), paling tidak ada dua jenis: Pajak Penghasilan (PPh) Final dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Apabila properti yang dijual tersebut termasuk properti yang dikategorikan sebagai barang mewah, maka akan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Pajak Penghasilan yang bersifat final atas peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan akan dikenakan kepada penjual dari hak tersebut. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2008, atas penghasilan sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh Final sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan. Sedangkan pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh WP yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh Final sebesar 1% dari nilai pengalihan.

Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan NJOP tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan, kecuali: dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan; dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189 dengan segala perubahannya) adalah nilai menurut risalah lelang tersebut.

PPh Final atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan tidak dikenakan terhadap Orang Pribadi yang penghasilannya dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan nilai dibawah Rp 60 juta. PPh Final juga tidak dikenakan kepada Orang Pribadi atau Badan yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah.

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah semenda dengan cara hibah yang dilakukan oleh Orang Pribadi pun tidak dikenakan PPh Final tersebut. Demikian halnya untuk pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah yang dilakukan baik oleh Orang Pribadi maupun Badan. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan pun tidak dikenakan PPh Final ini.

PPN atas penjualan properti dikenakan terhadap kegiatan penjualan bangunan baik berupa rumah, apartemen, kondominium maupun jenis-jenis lainnya. PPN terutang pada saat pembayaran uang muka maupun pada saat pelunasan pembelian. PPN akan dikenakan kepada Pembeli, dipungut oleh penjual dengan catatan penjual adalh Pengusaha Kena Pajak. Yang menjadi dasar pengenaan PPN tersebut adalah nilai transaksi sebenarnya, namun apabila nilai transaksi tersebut di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) maka yang menjadi dasar pengenaannya adalah NJOP tersebut.

Penyerahan bangunan tersebut tidak seluruhnya terutang PPN. Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah dibebaskan dari pengenaan PPN.

Sedangkan untuk pembelian rumah dengan kategori mewah, selain dikenakan PPN, pembeli akan dikenakan juga PPnBM. Kategori produk properti yang dikenakan PPnBM antara lain produk apartemen, town house, rumah mewah, kondominium. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2003, atas penjualan properti-properti tersebut dikenakan tarif sebesar 20%.

Mulai 1 Juni 2009, penyerahan bangunan yang terutang PPnBM hanya berdasarkan luas bangunan, yaitu luas bangunan dengan town house non strata title sebesar 350m2 atau lebih sedangkan apartemen, kondominium, town house dengan strata title yang memiliki luas 150m2 atau lebih.

PPnBM hanya dikenakan untuk properti yang dijual oleh developer dan properti tersebut memenuhi kriteria tertentu di atas. PPnBM tidak dikenakan terhadap transaksi penjualan properti antar perorangan.

Sehingga bila kita cermati dari kasus simulator SIM di atas masih terdapat potensi pajak yang masih bisa digali. Atas transaksi di Semarang terdapat potensi PPN yang harus disetor 10 persen dikali Rp 6,1 miliar atau Rp 610 juta. Kekurangan lain PPh Final sebesar 5 persen dikalikan Rp 6,1 miliar atau Rp 300 juta. Total kekurangan pajak senilai Rp 900 juta. Dari transaksi properti di Depok terdapat potensi PPN yang belum disetor adalah 10 persen dikali Rp 1,9 miliar atau Rp 190 juta dan PPh final 5 persen dikali Rp 1,9 miliar atau Rp 85 juta. Total pajak kurang dibayar developer sebesar Rp 275 juta dari satu unit rumah saja.

PAJAK BPHTB Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan

OBJEK , SUBJEK dan WAJIB PAJAK BPHTB


A. OBJEK BPHTB
Sesuai bunyi pasal 2 Undang-undang BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi:

1. Pemindahan Hak karena :
a. Jual Beli
b. Tukar Menukar
c. Hibah
d. Hibah Wasiat
e. Waris
f. Pemasukan dalam Perseroan/Badan Hukum lainnya
g. Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan
h. Penunjukan pembeli dalam Lelang
i. Pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan Hukum Tetap
j. Penggabungan Usaha
k. Peleburan Usaha
l. Pemekaran Usaha
m. Hadiah

2 . Pemberian Hak Baru karena :
a. Kelanjutan Pelepasan Hak
b. Diluar Pelepasan Hak
Sedangkan jenis-jenis hak atas tanah yang perolehan haknya dikenakan BPHTB sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (3) UU BPHTB meliputi :
a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha
c. Hak Guna Bangunan
d. Hak Pakai
e. Hak Milik atas satuan Rumah Susun
f. Hak Pengelolaan

Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB yaitu :

1. Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas perlakuan timbal balik
2. Objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum
3. Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha/kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya
4. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena KONVERSI HAK atau karena perbuatan Hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama
5. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena WAKAF
6. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena kepentingan IBADAH

B SUBJEK BPHTB
Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah dan atau Bangunan.

C. WAJIB PAJAK BPHTB
Subjek pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan tersebut diatas menjadi wajib pajak BPHTB apabila dikenakan kewajiban membayar pajak.

TARIF, DASAR PENGENAAN
DAN CARA MENGHITUNG BPHTB


A. T A R I F
Sesuai pasal 5 UU BPHTB, tarif BPHTB merupakan tarif tunggal sebesar 5 %. Penentuan tarif tunggal ini dimaksudkan untuk kesederhanaan dan kemudahan perhitungan.

B. DASAR PENGENAAN
Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau disingkat NPOP sesuai ketentuan pasal 6 UU BPHTB.
Berdasarkan jenis perolehan haknya, NPOP tersebut adalah sebagai berikut :
1. Jual Beli = Harga Transaksi
2. Tukar Menukar = Nilai Pasar
3. Hibah = Nilai Pasar
4. Hibah Wasiat = Nilai Pasar
5. Waris = Nilai Pasar
6. Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai Pasar
7. Pemisahan Hak = Nilai Pasar
8. Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai Pasar
9. Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar
10. Penggabungan Usaha = Nilai Pasar
11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar
12. Pemekaran Usaha = Nilai Pasar
13. Hadiah = Nilai Pasar
14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang

Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (3) UU BPHTB, bila NPOP tidak diketahui atau NPOP lebih rendah dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB dan apabila NJOP PBB belum ditetapkan maka sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (4) besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Selanjutnya didalam pasal 7 UU BPHTB, pemerintah menentukan suatu batas nilai perolehan tidak kena pajak yang disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Ketentuan pasal 7 ini dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan yang terakhir adalah Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 tanggal 1 Desember 2000 yang kemudian ditindaklanjuti lagi dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000. Keputusan Menteri Keuangan ini kemudian mengalami perubahan dan yang terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 tanggal 22 Februari 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajaak Tidak Kena Pajak BPHTB. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 ini berisikan ketentuan sebagai berikut:

a. untuk perolehan hak karena waris , atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)

b. untuk perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 03/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR bersubsidi, dan Rumah Susun Sederhana sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 7/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR Sarusun Bersubsidi, ditetapkna sebesar Rp49.000.000,00 (empat puluh sembilan juta rupiah)

c. untuk perolehan hak baru melalui program pemerintah yang diterima pelaku usaha kecil atau mikro dalam rangka Program Peningkatan Sertifikasi Tanah untuk Memperkuat Penjaminan Kredit bagi Usaha Mikro dan Kecil, ditetapkan sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)

d. untuk perolehan hak selain perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, ditetapkan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)

e. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar daripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka NPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d

f. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar daripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf c, maka NPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf c ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d.


Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional, maksudnya adalah NPOPTKP tersebut ditetapkan per daerah tingkat II (Kabupaten/Kota) dengan mempertimbangkan usulan dari Kepala Daerah yang bersangkutan.


C. CARA MENGHITUNG BPHTB
Untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah dengan cara mengurangkan NPOP dengan NPOPTKP. Dengan demikian untuk menghitung besarnya BPHTB terutang adalah :
BPHTB terutang = Tarif x NPOPKP

Contoh :
1. Pada tanggal 1 Pebruari 2003, Bapak Sumarno membeli sebidang tanah yang terletak di Kabupaten Tangerang dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar Rp50.000.000,- Apabila NPOPTKP ditetapkan untuk Kabupaten Tangerang sebesar Rp60.000.000,- maka BPHTB yang menjadi kewajiban Bapak Sumarno tsb adalah :
5% x (50.000.000 - 60.000.000) = Nihil
atau dengan kata lain Bapak Sumarno tidak terutang BPHTB.

2. Pada tanggal 1 Maret 2003 , Bapak Ali membeli sebuah rumah seluas 200 M2 yang berada diatas sebidang tanah hak milik seluas 500 M2 di Kota Bogor dengan harga perolehan sebesar Rp500.000.000,- Berdasarkan data SPPT PBB atas objek tersebut ternyata NJOPnya sebesar Rp.600.000.000,- (tanah dan bangunan). Bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000,- maka kewajiban BPHTB yang harus dipenuhi oleh Bapak Ali tersebut adalah :
5% x (600.000.000 - 50.000.000) = Rp27.500.000,-

PENGENAAN BPHTB KARENA WARIS, HIBAH WASIAT
DAN PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN



A. PENGENAAN BPHTB KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT
Sesuai dengan bunyi pasal 3 ayat (2) UU BPHTB pengenaan BPHTB karena waris dan hibah wasiat diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk itu telah terbit Peraturan Pemerintah No: 111/2000, tanggal 1 Desember 2000 yang mengatur hal-hal sebagai berikut :

1. BPHTB terutang karena waris dan hibah wasiat sebesar : 50 % dari yang seharusnya terutang.
2. Saat terutang pajak adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan
3. Dasar pengenaan (NPOP) adalah nilai pasar pada saat pendaftaran hak.
4. Apabila NPOP lebih kecil dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB
5. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOTKP) terdiri dari 2 jenis :

a. Maksimum Rp300 juta terhadap waris dan juga terhadap hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas dan satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat termasuk suami/istri.
b. Maksimum Rp60 juta terhadap penerima hibah wasiat selain dari yang diatas.

Contoh :
1. Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan bangunan dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp250 juta. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah dikenakan PBB dengan NJOP sebesar Rp325 juta. Apabila NPOPTKP karena waris untuk daerah tersebut ditentukan sebesar Rp250 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar :
50% x 5% x (Rp325 juta – Rp250 juta) = Rp1.875.000,-

2. Seorang cucu menerima hibah wasiat dari kakeknya sebidang tanah seluas 300 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp300 juta. Terhadap tanah tersebut telah diterbitkan SPPT PBB pada tahun pendaftaran hak dengan NJOP sebesar Rp250 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan sebesar Rp50 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar :
50% x 5% x (Rp300 juta – Rp50 juta ) = Rp6.250.000,-

3. Sebuah Yayasan Yatim Piatu “ Al-Jannah” menerima hibah wasiat dari seorang dermawan sebidang tanah seluas 1.000 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp800 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan sebesar Rp60 juta maka BPHTB terutang yang harus dibayar oleh Yayasan tersebut adalah sebesar :
50% x 5% x ( Rp800 juta – Rp60 juta) = Rp18.500.000,-

B. PENGENAAN BPHTB KARENA PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN
Sesuai dengan pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena pemberian hak pengelolaan diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk itu telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No: 112 Tahun 2000 tanggal 1 Desember 2000 yang mengatur hal-hal sebagai berikut :

1. Yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerjasama dengan pihak ketiga.

2. Besarnya BPHTB karena Hak Pengelolaan adalah :

a. 0% dari BPHTB yang seharusnya terutang bila penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota,. Lembaga Pemerintah Lain dan Perum Perumnas
b. 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang untuk selain yang diatas.
c. Saat terutang Pajak yaitu sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya keputusan pemberian Hak Pengelolaan
d. Dasar pengenaan ( NPOP) adalah Nilai Pasar
e. Apabila Nilai Pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai adalah NJOPPBB.

Contoh :
1. Perum Perumnas menerima Hak Pengelolaan dari Pemerintah sebidang tanah seluas seluas 5 Ha dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp3 milyar. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp60 juta maka besarnya BPHTB yang harus diabayar oleh Perum Perumnas tersebut adalah :
0% x 5% x (Rp3 milyar – Rp60 juta) = 0 ( nihil ).

2. Sebuah perusahaan negara milik daerah ( BUMD Perpakiran ) menerima hak pengelolaan dari pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung untuk parkir dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp1 milyar. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB dengan NJOP sebesar Rp1,25 milyar. Apabila NPOPTKP atas daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp50 juta maka besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh BUMD Perpakiran tersebut adalah sebesar :
50% x 5% x (Rp1,25 milyar – Rp50 juta) = Rp30 juta

SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG
SERTA TATA CARA PEMBAYARAN

A. SAAT TERUTANG PAJAK
Ketentuan pasal 9 ayat (1) UU BPHTB memuat tentang saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagai berikut :
1. Jual Beli : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
2. Tukar Menukar : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
3. Hibah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
4. Waris : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan
5. Pemasukan dalam Perseroan : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
6. Pemisahan Hak : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
7. Lelang : Sejak tanggal penunjukan pemenang Lelang
8. Putusan Hakim : Sejak tanggal putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap
9. Hibah Wasiat : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan Haknya ke Kantor Pertanahan
10. Pemberian Hak Baru : Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya Surat Keputusan Pemberian Hak
11. Penggabungan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
12. Peleburan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
13. Pemekaran Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
14. Hadiah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, dengan kata lain saat terutang pajak BPHTB adalah merupakan saat untuk wajib membayar pajak.

B. TEMPAT PAJAK TERUTANG :
Tempat pajak terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan

C. TATA CARA PEMBAYARAN
Ketentuan tata cara pembayaran BPHTB tercantum dalam pasal 10 UU BPHTB yang dijabarkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor 269/PJ/2001 tanggal 2 April 2001 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 09/PJ.6/2001 tanggal 6 April 2001 yang intinya adalah sebagai berikut :

a. Pembayaran tidak mendasarkan kepada adanya Surat Ketetapan Pajak.
b. Dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Bea ( SSB ) ke Kas Negara melalui Bank/Kantor Pos atau Tempat Pembayaran lain yg ditunjuk
c. SSB juga berfungsi sebagai SPOP dan sekaligus digunakan untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

Kewajiban Bayar pada saat :
1. Dibuat & ditandatanganinya Akta
2. Pendaftaran Hak untuk Waris & Hibah Wasiat
3. Ditunjuknya pemenang Lelang
4. Ditandatanganinya SK Pemberian Hak dalam hal pemberian Hak Baru
5. Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap

TATA CARA PENETAPAN DAN PENAGIHAN

A. TATA CARA PENETAPAN
Tata cara penetapan BPHTB diatur didalam pasal 11 dan 12 sebagai berikut :
1. Dalam jangka waktu 5 tahun sejak pajak terutang, berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kurang bayar, Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) ditambah denda 2% per bulan maksimum untuk jangka waktu 24 bulan ( 48% ).
2. Setelah terbit SKBKB, terdapat data baru lagi sehingga Pajak terutang bertambah, maka Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) ditambah sanksi administrasi sebesar 100% dari jumlah kenaikan, kecuali wajib pajak melapor sebelum ada pemeriksaan

Contoh :
Bapak Krosbin Simatupang membeli sebidang tanah di Surabaya pada tanggal 5 Januari 2003 dengan harga perolehan menurut PPAT sebesar Rp.300.000.000,- dan BPHTBnya telah dibayar lunas pada tanggal tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu pada tanggal 7 Pebruari 2003, ternyata NJOP PBB atas tanah tersebut adalah sebesar Rp.350.000.000,-
Pada tanggal 1 Maret 2003 diperoleh data baru (novum), ternyata transaksi yang benar atas tanah tersebut adalah sebesar Rp400.000.000,- Atas temuan-temuan tersebut diatas Kepala Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu telah menerbitkan SKBKB pada tanggal 7 Pebruari 2003 dan SKBKBT pada tanggal 1 Maret 2003. Berapa BPHTB yang harus dibayar oleh Bapak Krosbin Simatupang tersebut berdasarkan SKBKB dan SKBKBT yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB tersebut bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000,- ?

Jawab :
1. BPHTB yang telah dibayar pada tanggal 5 Januari 2003 adalah :
5% x (300.000.000 - 50.000.000) = Rp12.500.000,-

2. BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 7 Pebruari 2003 :
5% x (350.000.000 - 50.000.000) = Rp15.000.000,-
BPHTB yang telah dibayar = Rp12.500.000,-
BPHTB kurang bayar = Rp 2.500.000,-
Denda : 2 x 2% x Rp2.500.000,- = Rp 100.000,-
SKBKB = Rp 2.600.000,-
3. BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 1 Maret 2003 :
5% x (400.000.000 - 50.000.000) = Rp17.500.000,-
BPHTB yang telah dibayar = Rp15.000.000,-
BPHTB kurang bayar = Rp 2.500.000,-
Sanksi administrasi ( 100% ) = Rp 2.500.000,-
SKBKBT = Rp 5.000.000,-

B. TATA CARA PENAGIHAN
Sesuai dengan pasal 13, 14 dan 15 UU BPHTB maka apabila :
1. Pajak terutang tidak/kurang bayar
2. Dari pemeriksaan, SSB kurang bayar
3. WP kena sanksi administrasi berupa denda/bunga
maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan BPHTB (STB) ditambah sanksi bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.
Surat Tagihan BPHTB setara dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
SKBKB, SKBKBT, STB, SK Pembetulan / SK Pengurangan / SK Keberatan / SK Banding merupakan Dasar Penagihan Pajak.
Pajak terutang berdasar SURAT-SURAT tersebut diatas harus dilunasi paling lambat 1(satu) bulan sejak diterima oleh wajib pajak, lewat batas waktu dapat ditagih dengan SURAT PAKSA.


KEBERATAN, BANDING DAN PENGURANGAN


A. KEBERATAN

Keberatan diatur dalam pasal 16 dan 17 yang dapat dirinci sebagai berikut :

1. Diajukan oleh wajib pajak kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPPBB/KPP Pratama atas : SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN ;
2. Secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dan dilampiri :
a.Copy SSB ;
b.Asli SKBKB/SKBKBT/SKBLB/SKBN
c.Copy Akta/Risalah Lelang / SK Pemberian Hak / Putusan Hakim
d.Copy identitas
3. Keberatan diajukan dalam waktu 3(tiga) bulan sejak diterimanya SK oleh wajib pajak

4. Yang tidak memenuhi syarat tidak dianggap sebagai surat keberatan dan tidak dipertimbangkan
5. Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak

6. Keputusan dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterima permohonan dari wajib pajak, lewat waktu dianggap diterima

7. Keputusan dapat berupa :
a. mengabulkan seluruhnya / sebagian
b. menolak, atau
c. menambah besar pajak terutang

8. Wajib Pajak yang tidak setuju atas keputusan keberatan dari Direktur Jenderal Pajak dapat mengajukan banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( sekarang Pengadilan Pajak )

B. B A N D I N G
Banding diatur dalam pasal 18 dan 19 Undang-undang BPHTB yang dapat disarikan sebagai berikut :
· Diajukan ke BPSP ( Pengadilan Pajak ) dalam jangka waktu 3 bulan sejak terima SK Keputusan Keberatan
· Pengajuan banding tidak menunda kewajiban pembayaran pajak
· Bila Keberatan dan Banding dikabulkan, kelebihan pembayaran dapat imbalan bunga 2%/bulan maksimum 24 bulan yang dihitung sejak pelunasan pajak sampai dengan terbit Surat Ketetapan BPHTB Lebih Bayar

C. PENGURANGAN
Pengurangan diatur dalam pasal 20 Undang-undang BPHTB yang kemudian dijabarkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tanggal 25 Nopember 2004 tentang Pemberian Pengurangan BPHTB. Keputusan Menteri Keuangan ini kemudian diubah dan terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 91/PMK.03/2006 tanggal 13 Oktober 2006 tentang Perubahan Kedua atas KMK No.561/KMK.04/2004 tentang Pemberian Pengurangan BPHTB, yang dapat dirinci sebagai berikut :

1. Dalam hal kondisi tertentu WP yang ada hubungannya dengan Objek Pajak :

a. WP pribadi memperoleh hak baru melalui program Pemerintah di bidang Pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan ekonomis mendapat pengurangan sebesar 75%
b. WP Badan memperoleh hak baru selain Hak Pengelolaan dan telah menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun mendapat pengurangan sebesar 50%
c. WP pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan RS dan RSS langsung dari pengembang dan membayar secara angsuran mendapat pengurangan sebesar 25%
d. WP pribadi menerima hibah dari keluarga sedarah satu derajad keatas dan kebawah mendapat pengurangan sebesar 50%

2. Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu :

a. WP memperoleh hak dari hasil pembelian uang ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya dibawah NJOP mendapat pengurangan sebesar 50%.
b. WP memperoleh hak sebagai penggantian dari tanah yang dibebaskan pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus, mendapat pengurangan sebesar 50%
c. WP Badan terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga WP harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai kebijaksanaan pemerintah, mendapat pengurangan sebesar 75%

d. WP Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari BBD, BDN, Bapindo dan Bank Exim dalam rangka merger, mendapat pengurangan sebesar 100%
e. WP Badan melakukan Merger atau Konsolidasi dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan pengunaan Nilai Buku dlm rangka penggabungan atau peleburan usaha tersebut dari Dirjen Pajak, mendapat pengurangan sebesar 50%
f. WP memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi karena bencana alam dlsb yang terjadi dalam waktu 3 bulan setelah penandatanganan Akta, mendapat pengurangan sebesar 50%
g. WP pribadi (Veteran, PNS, TNI, Polri, pensiunan, purnawirawan, janda/dudanya) yang memproleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas pemerintah, mendapat pengurangan 75%
h. WP Badan Korpri yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan dalam rangka pengadaaan perumahan bagi anggota Korpri/PNS, mendapat pengurangan sebesar 100%
i. WP Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari peusahaan induknya selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan KepMenKeu tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, mendapat pengurangan sebesar 50%.
j. WP yang domisilinya termasuk dalam wilayah program rehabilitasi dan rekonstruksi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan melalui program pemerintah di bidang pertanahan atau WP yang objek pajaknya terkena bencana lam gempa bumi dan gelombang tsunami di Propinsi NAD dan Kepulauan Nias, Sumatera Utara, mendapat pengurangan sebesar 100%.
k. WP yang objek pajaknya terkena bencana alam gempa bumi di Propinsi DIY dan sebagian Propinsi Jawa Tengah yang perolehan haknya atau saat terhutangnya terjadi 3(tiga) bulan sebelum terjadinya bencana, diberi pengurangan sebesar 100%.
l. WP yang objek pajaknya terkena bencana alam gempa bumi dan tsunami di pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa yang perolehan haknya atau saat terhutangnya terjadi 3(tiga) bulan sebelum terjadinya bencana, diberi pengurangan sebesar 100%.

3. Tanah dan bangunan untuk kepentingan sosial/pendidikan yang semata-mata tidak mencari keuntungan mendapat pengurangan sebesar 50%

4. Tanah dan atau bangunan di Propinsi NAD yang selama masa reahbilitasi berlangsung digunakan untuk kepentingan sosial/pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan mendapat pengurangan sebesar 100%.

TATA CARA PERMOHONAN PENGURANGAN
1. Permohonan diajukan oleh WP kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama / Kakanwil DJP / Dir.Jen.Pajak dalam bahasa Indonesia dengan lampiran :
a. Fotokopi Surat Setoran Bea ( SSB ) 
b. Fotokopi Akta / Risalah Lelang / Kep.Pemberian Hak Baru / Putusan Hakim
c. Fotokopi identitas
d. Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa
e. Fotokopi persetujuan Merger dari Dirjen Pajak
2. Permohonan dalam waktu 3(tiga) bulan sejak tanggal pembayaran
3. Khusus untuk MERGER, permohonan diajukan sebelum Akta ditandatangani oleh Notaris/PPAT
4. Atas permohonan kemudian dilakukan Pemeriksaan Sederhana dan dituangkan dalam Berita Acara
5. Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat permohonan dan tidak dipertimbangkan

KEPUTUSAN PENGURANGAN
1. Keputusan oleh Kepala KPPBB/KPP Pratama dalam waktu 3(tiga) bulan sejak terima permohonan dari Wajib Pajak, lebih dari 3 bulan dianggap diterima. Keputusan oleh Kakanwil DJP dalam waktu 4(empat) bulan sejak diterima pemohonan dari WP, lebih dari 4 bulan dianggap diterima, dan keputusan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 6(enam) bulan, lebih dari 6 bulan dianggap dikabulkan.

2. Bentuk Keputusan : mengabulkan seluruhnya / sebagian atau menolak
3. Wewenang Keputusan :
a. Ketetapan sampai dengan 2,5 M oleh Kepala Kantor PBB/ KPP Pratama
b. Ketetapan diatas 2,5 M sampai dengan 5 M oleh KAKANWIL DJP
c. Lebih dari 5 M, dampak krisis, merger dan Bank Mandiri oleh Direktur Jenderal Pajak






PENGURANGAN YANG DIHITUNG SENDIRI OLEH WP

Terhadap WP yang memenuhi syarat dapat menghitung sendiri besar pengurangan sebelum pembayaran BPHTB. Dalam Surat Setoran Bea diberi tanda “ pengurangan dihitung sendiri” dan jumlah setoran setelah pengurangan. Dalam hal ini WP tetap mengajukan permohonan pengurangan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Bila permohonannya ditolak / dikabulkan namun BPHTB masih kurang bayar maka terhadap WP tersebut dikenakan sanksi bunga 2% per bulan dari kekurangan bayar tersebut , maksimum 24 bulan. Terhadap BPHTB kurang bayar (SKBKB) tidak dapat diajukan pengurangan kembali

RESTITUSI DAN IMBALAN BUNGA
SERTA PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB


A. RESTITUSI DAN IMBALAN BUNGA


Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB diatur dalam pasal 21 dan pasal 22 yang dapat dirinci sebagai berikut :

1. Sebab-sebab Restitusi :
a. Pajak dibayar > pajak terutang yang disebabkan oleh :
- Permohonan pengurangan dikabulkan
- Permohonan keberatan dikabulkan
- Permohonan banding dikabulkan
- Perobahan peraturan
b. Pajak dibayar tidak seharusnya terutang

2.Tata Cara Pengajuan Restitusi dan Imbalan Bunga
a. Permohonan restitusi diajukan oleh WP dalam bahasa Indonesia dengan alasan dan dilampiri :
1) Asli Surat Setoran Bea ( SSB ) 
2) Fotokopi SK Keberatan / Banding / Pengurangan
3) Fotokopi Akta / Risalah Lelang / Keputusan Hak Baru / Putusan Hakim
4) Fotokopi identitas Wajib Pajak

b. Yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat permohonan dan tidak dipertimbangkan
c. Berdasarkan pemeriksaan atas permohonan, KPPBB/KPP Pratama menerbitkan :
1) SKBLB apabila jumlah pajak yang telah dibayar oleh WP ternyata lebih besar dari jumlah pajak yang terutang.
2) SKBN apabila jumlah pajak yang dibayar oleh WP sama besarnya dengan jumlah pajak yang terutang
3) SKBKB apabila jumlah pajak yang telah dibayar oleh WP lebih kecil dari jumlah pajak terutang
d. Keputusan dalam waktu 12 bulan sejak terima permohonan apabila waktu 12 bulan tersebut terlampaui, maka permohonan tersebut dianggap diterima dan paling lambat 1 bulan setelah 12 bulan harus terbit SKBLB dan apabila penerbitan SKBLB lewat waktu maka WP mendapat bunga 2% per bulan dihitung sejak lewat waktu sampai dengan terbit SKBLB.
e. Berdasarkan SKBLB harus diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran BPHTB (SKPKPB) yang dikirim ke : WP, BO, KPKN dan Kanwil DJP.
f. Dalam waktu 2 bulan setelah SKBLB harus diterbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran BPHTB ( SPMKPB ), lewat dari waktu yang ditentukan tersebut WP dapat bunga 2% per bulan.
g. Atas imbalan bunga diterbitkan Surat Ketetapan Imbalan Bunga ( SKIB ) dan Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga ( SPMIB )

B. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB
Pembagian hasil penerimaan BPHTB diatur dalam pasal 23 Undang-undang BPHTB dan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan No:519/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 sebagai berikut :

1. Pemerintah Pusat mendapat bagian sebesar 20% dari seluruh penerimaan BPHTB yang kemudian bagian Pemerintah Pusat ini dibagikan secara merata keseluruh daerah Kabupaten/Kota dan dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan Nopember tahun anggaran berjalan.

2. Pemerintah Daerah mendapat bagian sebesar 80% yang dibagi sebagai berikut :
a.16% untuk Daerah Propinsi
b.64% untuk Daerah Kabupaten/Kota
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 04/PMK.07/2008 tanggal 28 Januari 2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, atas transfer Dana Bagi Hasil BPHTB untuk daerah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran melimpahkan sebagian kewenangan perintah pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah kepada Kuasa Bendahara Umum Negara. Pelimpahan kewenangan ini dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Menerbitkan Surat Kuasa Umum (SPMSKU). Berdasarkan SPMSKU ini maka Kuasa Bendahara Umum Negara menerbitkan Surat Kuasa Umum (SKU) kepada Bank Operasional III untuk melakukan pemindahbukuan Dana Bagi Hasil BPHTB dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Penyaluran Dana Bagi Hasil BPHTB ini berdasarkan realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran berjalan dan dilaksanakan secara mingguan.


Dalam rangka penyaluran transfer ke daerah, setiap tahun anggaran selambat-lambatnya pada minggu pertama bulan Desember sebelum tahun anggaran dimulai, pemerintah daerah wajib menyampaikan nomor rekening, nama rekening dan nama bank kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang dilampiri dengan: 1)asli rekening koran dari Rekening Kas Umum Daerah; dan 2)fotokopi keputusan kepala daerah mengenai penunjukan/penetapan pejabat Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah yang disahkan oleh kepala daerah.


KEWAJIBAN, PELAPORAN DAN SANKSI

A. KEWAJIBAN PEJABAT
Ketentuan bagi pejabat diatur dalam pasal 24 Undang-undang BPHTB yang mengatur tentang kewajiban bagi pejabat yang berkaitan dengan pelaksanaan BPHTB yaitu :

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT) / Notaris hanya dapat menandatangani Akta pada saat WP menyerahkan Surat Setoran BPHTB (SSB) dengan menyerahkan fotokopi dan menunjukkan aslinya.
2. Pejabat Lelang hanya dapat menanda tangani Risalah Lelang pada saat WP menyerahkan SSB.
3. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan Surat Keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan SK dimaksud pada saat WP menyerahkan SSB.
4. Pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris/hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat WP menyerahkan SSB.

B. PELAPORAN
Masalah pelaporan pelaksanaan BPHTB diatur dalam pasal 25 Undang-undang BPHTB yang mengatur hal-hal sebagai berikut :

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) /Notaris, Kepala Kantor Lelang wajib menyampaikan laporan tentang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan disertai salinan SSB kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama
2. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota memberitahukan perolehan hak atas tanah karena pemberian hak baru kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama disertai salinan SSB.
3. Laporan/Pemberitahuan disampaikan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya, bila libur hari kerja berikutnya.



C. S A N K S I
Sanksi yang dikenakan kepada para pejabat terkait diatur dalam pasal 26 Undang-undang BPHTB sebagai berikut :

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Notaris / Kepala Kantor Lelang yang melanggar ketentuan Kewajiban Bagi Pejabat, dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.7.500.000,- setiap pelanggaran dan denda sebesar Rp.250.000,- untuk setiap laporan.

2. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan bagi pejabat dikenakan sanksi sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 (PP 30/80) tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.